Penetapan Pembagian Waris Kepada Transgender dalam Perspektif Hukum Islam

Ragam50 Dilihat

Penulis : Evan Syuja Hadi Wijaya, Tisna Sendy Pratama, Sri Mulyono, Sawino
Dosen : Dr. Eti Mul Erowati, S.H., M.Hum.

Mahasiswa, Dosen Fakultas Hukum Unwiku Purwokerto

Pendahuluan

Manusia yang lahir dalam keadaan normal, maka memiliki jenis kelamin sebagai pria atau wanita, karena memiliki alat kelamin zakar (penis) sebagai pria dan farj· (vagina) sebagai wanita. Jenis kelamin antara pria dan wanita merupakan kodrat Ilahi. Akan tetapi ada seseorang yang dilahirkan sebagai pria tetapi mempunyai kecenderungan berperilaku seperti wanita. Demikian pula sebaliknya ada yang lahir sebagai wanita tetapi cenderung berperilaku seperti pria. Dalam konteks psikologis termasuk sebagai penderita transgender, yakni seseorang yang secara jasmani jenis kelaminnya jelas dan sempurna, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis.

Transgender termasuk dalam golongan gangguan identitas jenis (gender identity disorders). Gambaran utama dari gangguan identitas jenis adalah ketidaksesuaian antara alat kelamin dengan identitas jenis (gender identity). Identitas jenis adalah perasaan seseorang tergolong dalam jenis kelamin yang tertentu, dengan perkataan lain kesadaran bahwa dirinya adalah laki-laki atau perempuan. Identitas jenis adalah suatu penghayatan pribadi dari peran jenis (gender role), dan peran jenis adalah pernyataan terhadap masyarakat dari identitas jenisnya. Peran jenis dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan oleh seseorang, termasuk gairah seksual, untuk menyatakan kepada orang lain atau diri sendiri sampai seberapa jauh dirinya itu laki-laki atau perempuan.

Hukum Transgender dalam Islam

Karena jenis kelamin yang dimiliki oleh seseorang adalah merupakan kodrat (ketentuan) Allah, maka dalam hukum Islam tidak diperbolehkan melakukan operasi perubahan kelamin. Adapun dalil-dalil yang mengharamkan operasi ganti kelamin antara lain sebagi berikut:

  1. Al Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13:

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarat: 13).

  1. Al Qur’an surat An-Nisa’ayat 119:

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An-Nisa: 119).

  1. Hadist Nabi riwayat Bukhari dan enam ahli hadist lainnya dari Ibnu Mas’ud dan nilai hadistnya sahih:

Allah mengutuk wanita tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu mata, yang dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita yang memotong (panggur) giginya, yang semuanya itu dikerjakan dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.

Hadist di atas menegaskan, bahwa apa yang telah diciptakan oleh Allah tidak boleh dirubah. Demikian pula seorang pria atau wanita yang lahir normal jenis kelaminnya tetapi karena lingkungan, menderita kelainan semacam kecenderungan seksnya yang menjadi “banci” dengan berpakaian dan bertingkah laku yang berlawanan dengan jenis kelaminnya. Sebab pada hakikatnya organ/jenis kelaminnya normal tetapi psikisnya tidak normal.

Ketidakbolehan atau haram hukumnya melakukan transeksual (operasi kelamin) juga ditegaskan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 1 Juni 1980, keputusan nomor 1: “Merubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 119 dan bertentangan pula dengan jiwa syara’.”

Kedudukan Hukum Pelaku Transeksual dalam Kewarisan Islam

            Kedudukan hukum pelaku transeksual sangat ditentukan oleh hukum transeksual. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa hukum transeksual bagi operasi alat kelamin yang jelas dan normal dalam Islam adalah haram, maka hasil transeksual (operasi kelamin) tidak diakui. Pelaku transeksual wanita merubah kelamin menjadi pria, dalam Islam kedudukan hukum sebagai pria tidak diakui. Dalam hal ini yang bersangkutan tetap diakui sesuai dengan kelamin sebelum melakukan transeksual. Demikian pula sebaliknya pria yang melakukan transeksual menjadi wanita, kedudukan hukumnya tetap diakui sebagai pria.

Kedudukan hukum pelaku transeksual tetap sesuai dengan jenis kelaminnya sebelum melakukan transeksual, sebagaimana dinyatakan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 1 Juni 1980, keputusan nomor 2, “Orang yang kelaminnya diganti kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum dirubah.” Demikian pula hal ini dipertegas melalui musyawarah nasional MUI tanggal 27 Juli 2010 di Jakarta, sebagaimana disampaikan oleh sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh: “Karena keabsahannya tidak boleh ditetapkan, maka kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi kelamin tetap dengan jenis kelamin semula seperti sebelum operasi. Tanpa kecuali bagi mereka yang sudah mendapat penetapan pengadilan.”

Kesimpulan

Hukum transeksual (operasi kelamin) terhadap alat kelamin yang jelas dan normal adalah haram. Sedangkan bagi operasi kelamin dalam rangkan penyempurnaan/perbaikan terhadap alat kelamin ganda atau alat kelamin yang tidak sempurna hukumnya boleh, bahkan dianjurkan dalam Islam.

Kedudukan hukum pelaku transeksual (operasi kelamin) terhadap alat kelamin yang jelas dan normal tidak berubah, tetap sesuai jenis kelamin semula sebelum operasi. Wanita yang melakukan transeksual menjadi pria, maka kedudukan hukum dalam kewarisan Islam tetap sebagai wanita. Demikian juga sebaliknya, pria yang melakukan transeksual (operasi kelamin) menjadi wanita, kedudukan hukum dalam kewarisan Islam tetap sebagai pria. Sedangkan bagi pelaku operasi kelamin dalam rangka penyempurnaan/perbaikan terhadap alat kelamin ganda atau alat kelamin yang tidak sempurna, kedudukan hukum dalam kewarisan Islam sesuai dengan jenis kelamin hasil operasi.

Daftar Pustaka

Dadang Hawari, 2004, Psikiater, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Koeswinarno, 2004, Hidup Sebagai Wanita, Yohyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *